Sampai Kapanpun, Rokok tidak dapat di Haramkan Secara Mutlak
MusliModerat.Com - Walaupun
bersifat tidak pasti, kampanye ‘Rokok
Awal Pintu Masuk Narkoba’ menambah ‘dosa’ rokok yang telah
bertumpuk-tumpuk. Aktivitas
menikmati narkotika yang paling populer adalah dengan metode hisap. Merokok
adalah aktivitas belajar nyabu. Tentu saja, logika ini keterlaluan, walaupun premis setiap pecandu narkoba adalah
perokok cukup masuk akal. Namun, hal itu tetap saja tidak bersifat
pasti, seolah untuk menghisap ganja seseorang harus menguasai keahlian merokok.
Terlebih jika dibalik, setiap perokok
adalah calon pecandu, tentu hal ini jauh dari ‘common sense’ dan
rasional data yang ada.
Di Arab Saudi rokok diharamkan. Sebagian ulama
Singapura dan Malaysia ikut-ikutan. Di Indonesia, tuntutan itu menjadi isu
nasional, dan mayoritas ormas Islam telah terbawa kepada arus besar
pengharaman. Terkecuali, ormas Islam terbesar di negeri ini, yang melihat rokok
dengan kearifan, ketelitian, dan keadilan. Sebagai seorang tersangka, rokok
harus ditimbang dengan neraca keadilan.
Bagi yang memilih haram argumennya cukup sederhana
dan populer. Rokok adalah benda dlorron (berbahaya). Islam menghendaki
kemaslahatan, dan menghapuskan kemudhorotan. Ayat tentang khamr seringkali
menjadi pijakan analogi. Rokok adalah ’khamr junior’ dengan kualitas produk ’kw
4.
Wa
itsmuhuma akbaru min naf'ihima (keburukannya –khamr- lebih besar daripada manfaatnya : al-Baqoroh, 219). Tapi,
bila kita telusur keburukan yang dimaksud dalam al-Qur'an adalah melupakan
orang dari sholat (4 : 43). Hatta ta'lamu
ma taqulu (-jangan sholat- sehingga kamu mengerti apa yang kamu katakan).
Al-Qur'an juga menyebutkan keburukan lain khamr,
dalam al-Maidah : 91, 'an yuki'a
bainakumu al-'ada wa al-baghdlo (menimbulkan permusuhan dan kebencian), wa yasuddakum 'an dzikrillah (melalaikan
dari mengingat Allah). Kita harus jujur,
kemadlorotan ini tidak terdapat dalam rokok. Khamr dan rokok jauh berbeda.
Khamr diharamkan karena memabukkan dan itu sangat
jelas dengan efek negatif yang dijelaskan dalam al-Qur’an di atas. Maka seluruh
yang memabukkan di zaman modern ini adalah khamr, apapun nama dan merk-nya. Khamr
tak harus identik dengan alkohol, karena minuman (makanan, buah-buahan, dan lainnya) beralkohol yang tidak memabukkan tentu bukan
khamr. Rokok sangat berbeda dengan khamr. Rokok berdampak sebaliknya, memacu
daya pikir, ketenangan, dan kenikmatan.
Sekali lagi, khamr memiliki tingkat kepastian
untuk membuat seseorang menjadi mabuk. Namun, rokok tidak. Sama sekali tidak.
Tidak ada cerita, perokok yang sakau di dalam sholat.
Memang data kesehatan menyatakan delapan dari
sepuluh penderita kanker adalah perokok. Tapi seorang faqih yang jeli, dapat pula berargumen bahwa delapan orang tersebut mengidap kanker bukan semata karena
dosa rokok. Konsumsi pengawet, pewarna dan obat-obatan hampir seluruhnya
bersifat karsinogenik (pemicu kanker). Tidak adil dan jujur bila rokok
dijadikan terdakwa tunggal.
Hitung-hitungan dari pola hidup yang tidak sehat
dan resiko seseorang mengidap kanker, tidaklah jelas. Ada faktor makanan dan
budaya kerja yang tidak berkeringat yang harus dihitung dengan teliti. Hal itu
dengan melihat budaya merokok generasi masa lalu yang ’menyehatkan’.
Setiap orang pasti mabuk meminum khamr, namun
tidak ada bukti secara akurat bahwa perokok pasti meninggal karena serangan
jantung, paru-paru, dan kanker. Data lain menunjukkan penyakit lebih disebabkan
karena faktor psikis. Perokok berat yang kehidupannya ruhaninya sehat, terbukti
berumur panjang.
Kita harus berhati-hati, cermat, teliti, dan adil
dalam menentukan batas-batas pengharaman secara definitif, bukan sloganitas atas nama 'zat berbahaya'. Keharaman itu harus berdampak general (setiap orang) dan nyata, bukan semata alergi atau
faktor genetik. Sekali lagi, rokok jauh dari kriteria ini. Setelah 20 tahun,
dampak merokok bertingkat-tingkat untuk setiap orang bahkan sebagian besar
perokok sehat dan terhindar dari impotensi dan kemandulan.
Sekali lagi, bukan semata rokok yang bersifat
dlorron, namun juga pewarna dan pengawet makanan, pestisida, bahan kimia
sintetik hingga obat-obatan. Bila rokok haram, maka kita harus jujur dan adil,
seluruh zat tadi sewajarnya haram. Mie instant siap saji itu pun dlorron (dari
berbagai kajian), dalam jangka panjang, merusak otak (kandungan MSG, pengawet,
dll). Toh, kita tetap hidup dengan pewarna pengawet, dan mie instant bukan? Seharusnya
kejahatan yang dilakukan rokok adalah dosa berjamaah bersama ’mereka’.
Coba lihatlah kemasan obat sakit kepala, flu, dan
batuk yang kita konsumsi tiap hari. Efek samping : dalam dosis tinggi, dapat
menyebabkan kerusakan fungsi hati, hipertensi, dll. Hampir sama dengan
peringatan pembungkus rokok, bukan? ’Obat ini bisa membunuhmu’
Di sisi lain, telah menjadi ijma' di kalangan
perokok, rokok lebih ampuh dari
paracetamol, mengusir beban di kepala. Keduanya, obat sakit kepala. Sama-sama berbahaya dalam jangka panjang. Sama-sama dijual bebas. Sama-sama bergerak
dari halal menuju makruh dan haram, tergantung dosis dan kondisi pemakai. Rokok
tidak tepat dihukumi 'mutlak haram' seperti khamr, karena jauh berbeda. Qiyas ini batil dari banyak sisi, karena
terlalu menyederhanakan pembacaan data.
Ataukah yang lebih tepat, rokok itu adalah ijtihad
pribadi? Lihat pola hidupmu, lihat kemampuan organ dalammu, kemudian baru
putuskan.
Bila tidak terbukti, setiap perokok harus mati
dengan penyakit jantung dan kanker, maka kita perlu menahan diri. Dalam
fatwanya MUI hanya mengharamkan rokok bagi anak-anak dan ibu hamil.
Jika rokok terbukti menimbulkan gangguan impotensi
yang berlebihan, pemerintah tidak perlu repot-repot mengkampanyekan gerakan
berhenti merokok. Tidak ada yang akan memilih impoten dengan nekad merokok.
Terlebih, bagi para sopir luar kota, rokok
merupakan obat ngantuk yang ampuh. Mungkin tidak tergantikan.
Penelitian mungkin belum selesai.
Wallahu A'lam.
- Arif Amani, wakil sekretaris bidang pengkaderan PC GP
Ansor Kab. Karanganyar. Aktif di Ponpes al-Inshof Plesungan Gondangrejo
Karanganyar, Jawa Tengah
Baca juga:
Advertisement
Advertisement
Kirim artikel ke muslimoderat@gmail.com
Kirim Artikel, Kritik dan Saran ke muslimoderat@gmail.com